Kudus, isknews.com – Sengketa antara The Sato Hotel dan Beny Ongkowidjoyo terus berlarut tanpa titik terang. Dalam perkembangan terbaru, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menemukan dugaan penggunaan lahan ilegal yang semakin memperumit kasus ini.
Abednego Subagyo atau yang akrab disapa Albet, pengurus perizinan dan penanggung jawab pembangunan hotel, mengungkapkan bahwa temuan BPN menunjukkan Beny diduga telah menggunakan tanah milik hotel seluas 17,5 meter persegi tanpa izin.
“Berdasarkan pengukuran ulang oleh BPN, ada indikasi bahwa pihak tetangga telah memanfaatkan sebagian lahan kami tanpa hak. Ini tentu menjadi aspek hukum yang harus segera ditindaklanjuti,” ujar Albet, beberapa waktu lalu.
Kasus ini bermula sejak awal pembangunan The Sato Hotel pada tahun 2017. Albet menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantongi seluruh izin yang diperlukan, mulai dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin lingkungan hidup, hingga izin dari Dinas PUPR dan Dinas Perhubungan.
Namun, tak lama setelah konstruksi dimulai, pihak Beny mulai melayangkan protes dengan alasan terganggunya kenyamanan akibat debu proyek. Permasalahan ini kemudian berkembang menjadi tuntutan hukum dengan nilai ganti rugi mencapai Rp4 miliar.
“Tembok semi permanen miliknya mengalami sedikit keretakan, yang kemudian dijadikan dasar untuk menuntut kami. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, ada dugaan kesepakatan dengan pihak ketiga untuk membagi hasil jika gugatan ini berhasil,” lanjutnya.
Upaya hukum yang dilakukan Beny pun berlanjut ke Pengadilan Negeri Kudus dalam bentuk gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yang kemudian ditolak. Banding ke Pengadilan Tinggi Semarang pun mengalami nasib serupa.
Tak berhenti di situ, Beny mengajukan gugatan ke PTUN hingga Mahkamah Agung dengan tuduhan bahwa pembangunan The Sato Hotel telah merusak bangunan miliknya. Namun, Albet menilai ada upaya rekayasa dalam kasus ini.