Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Jepara Terus Meningkat, Mensos Risma Sempat Turun Langsung Berikan Bantuan

Tingginya angka kekerasan anak dan perempuan di Jepara sehingga sempat didatangi Menteri Sosial RI Tri Rismaharini turun ke Polres Jepara pada pertengahan Juli 2023 lalu (Foto: istimewa)

JEPARA, ZONANEWS.ID — Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 tercatat 95 kasus, tahun 2021 sebanyak 71 kasus, tahun 2022 meningkat menjadi 110 kasus, dan pada tahun 2023 melonjak hingga 144 kasus. Melihat kondisi ini, Menteri Sosial Tri Rismaharini turun langsung ke Polres Jepara untuk memberikan motivasi dan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) kepada korban rudapaksa di bawah umur.

Sepanjang Januari hingga Mei 2024, Polres Jepara telah menerima 57 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kapolres Jepara melalui Kasatreskrim Polres Jepara, AKP Yorisa Prabowo, menyatakan bahwa sebagian besar aduan tersebut sudah diproses oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal (PPA Satreskrim) Polres Jepara.

“Sebanyak 57 kasus itu merupakan rekap aduan dari Januari sampai Mei. Yang bulan ini (Juni) belum masuk rekap, dan aduan tersebut terdiri dari berbagai permasalahan,” ujar AKP Yorisa Prabowo dalam keterangan resmi tertulisnya kepada wartawan.

Bacaan Lainnya

Yorisa menjelaskan, dari 57 kasus tersebut, terdapat enam kasus pencabulan, 18 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 21 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, dan 10 kasus perzinahan.

AKP Yorisa mengakui bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2020 terdapat 95 kasus, 2021 ada 71 kasus, 2022 ada 110 kasus, dan 2023 terdapat 144 kasus.

Baca :  BLK Kudus Buka Pendaftaran Pelatihan Berbasis Kompetensi

“Faktor ekonomi masih mendominasi penyebab adanya kekerasan maupun pencabulan. Tak jarang, korban terpaksa melakukan hal keji karena persoalan ekonomi,” terangnya.

Selain faktor ekonomi, Yorisa menyebutkan bahwa lingkungan juga menjadi penyebab sebagian kasus. Lingkaran pertemanan yang tidak sehat sering kali membuat individu tidak dapat menahan diri untuk berbuat melewati batas.