Tidak Ada UN, Mendikdasmen Ungkap Lulusan SMA Kesulitan Lanjut Pendidikan ke Luar Negeri

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Medikdasmen) Prof Abdul Mu’ti saat berkunjung ke Kabupaten Kudus. (Foto: Siti Islamiyah/Zonanews.id)

KUDUS, ZONANEWS.ID – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti membeberkan bahwa ada sejumlah negara yang tidak menerima lulusan SMA asal Indonesia lantaran tidak ada Ujian Nasional (UN).

Hal tersebut diungkapkan Prof. Mu’ti saat “Njagong Bareng” bersama para guru dan akademisi di Pendapa Kabupaten Kudus, belum lama ini. Dalam kunjungan tersebut, Prof. Mu’ti ditanya mengenai seberapa penting UN untuk siswa.

“Kita mendapatkan informasi, beberapa negara tidak bisa menerima lulusan SMA asal Indonesia karena tidak ada ujian nasionalnya,” kata Prof Mu’ti dalam forum tersebut.

Bacaan Lainnya

Ia menjelaskan bahwa program asesmen nasional yang diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia memili kekurangan. Asesmen yang bersifat sampling ini dianggap tidak bisa menggambarkan kemampuan murid secara individual.

“Ini yang memang kita lihat sebagai sebuah catatan, capaian yang obyektif atau relatif obyektif yang menggambarkan kemampuan standar kelulusan itu penting,” tandasnya.

Oleh karenanya, beberapa daerah di Indonesia pun berinisiatif untuk melakukan Ujian Provinsi. Prof. Mu’ti mencontohkan, seperti yang dilakukan oleh dinas pendidikan di sejumlah daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Ujian tingkat provinsi itu digunakann oleh DIY untuk menetapkan jalur prestasi, sehingga ada ukuran yang relatif pasti dari dinas di sana untuk menerima jalur prestasi, dari ujian tingkat daerah,” paparnya.

Kondisi serupa yang juga terjadi di Amerika Serikat, dimana tidak ada ujian nasional tingkat federal tetapi dilakukan ujian di tingkat negara bagian. Ujian ini pun dianggap sebagai standar yang diakui oleh negara bagian lainnya.

Baca :  Sukun U23 League: Lawet FC dan Pedawang FC Pesta Gol, Parkid FC Angkat Bendera Putih

“Saya belum punya bayangan apakah akan meniru model Amerika, atau seperti model australia yang hanya ada ujian di kelas XII, dan ujian itu tidak menjadi penentu kelulusan tapi menjadi penentu dia bisa kemana,” ucapnya.

Di Negara Australia, lanjut Prof. Mu’ti memaparkan, apabila hasil ujian oleh peserta didik itu adalah A maka dia bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tingkat S1 atau sarjana. Sedangkan hasil B hanya bisa untuk mengakses diploma degree.

“Kalau hasil ujiannya C, kemanapun tidak bisa menerima dia, itu di Australia. Jadi dia lulus tapi nilai itu dia bisa mengetahui dia berhasil kemana. Untuk Indonesia nanti akan kami kaji dulu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Prof. Mu’ti menekankan bahwa sistem pendidikan yang dirancang oleh pemerintah akan menentukan masa depan generasi bangsa. Oleh karena itu, butuh kajian yang matang termasuk dalam penyelenggaraan kembali UN ini.

“Kami masih mengkaji, dan ini belum keputusan, kecenderungannya banyak sekali masukan dan kajian itu memang menghendaki ada semacam UN yang tidak menjadi penentu kelulusan tapi ukuran capaian murid dalam suatu jenjang pendidikan,” tandasnya. ***