Dalam proses mediasi, Agus menjelaskan bahwa tidak seharusnya ada pihak yang terlalu keras kepala dengan targetnya. Melalui mediasi dihasilkan sebuah kesepakatan.
Kesepakatan itu juga harus disetujui kedua pihak, tidak seharusnya satu pihak mendikte agar pihak lainnya tunduk. Dengan sikap seperti itu, mediasi akan selalu buntu.
“Mari kita duduk bersama, bicarakan masalah ini dengan baik, semua pasti ada solusi, semua bisa dibicarakan dengan baik. Baik itu tentang nomonal ganti rugi dan lainnya,” ajak Agus selaku kuasa hukum hotel.
Terpisah, kuasa hukum dari Benny Gunawan dan Beny Djunaedi, Budi Supriyatno mengungkapkan bahwa mediasi belum menemukan kesepakatan karena kliennya tidak setuju dengan ganti rugi pihak hotel.
Menurut penuturan kliennya, pihak hotel berencana mengganti rugi masing-masing rumah sekitar Rp 300 juta.
Padahal dari hasil laboratorium Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang dijadikan pegangan kliennya, ganti rugi untuk Beny Djunaedi sekitar Rp 1,6 miliar dan Benny Gunawan sekitar Rp 2,1 miliar.
Nominal tersebut merupakan akumulasi keseluruhan atas kerusakan yang timbul di rumah keduanya.
Termasuk ketika dibandingkan dengan harga jual tanah dan bangunan di perkotaan saat ini sekitar Rp 5-7 juta permeternya, ganti rugi pihak hotel belum mecukupi.
“Kalau masing-masing dikasih (ganti rugi) Rp 300 juta, dihitung kasarannya (menggunakan nilai jual) juga gak masuk,” kata Budi.
Meski demikian, Budi menegaskan bahwa ia bersama kliennya tidak menutup kesempatan untuk mediasi lagi. Namun kembali lagi, pihak The Sato Hotel Kudus bersedia atau tidak menyesuaikan nilai ganti rugi seperti yang diharapkan kliennya.***
