“Driver-nya juga tidak boleh yang putar balik, habis ngantar rombongan langsung nganter lagi. Setril malem, terus istirahat, ada jeda baru ke SMP Negeri 1 Kudus, sehingga kondisinya fit,” tandasnya.
Penolakan terhadap larangan karya wisata juga dilakukan untuk mengantisipasi anak yang nekat bepergian mandiri tanpa pihak sekolah. Hal itu justru akan lebih membahayakan karena tidak ada pengawasan ketak dari pihak sekolah maupun keselamatan siswa.
Begitupun dengan siswa dari kalangan kurang mampu. Ahadi menerangkan, bagaimana mereka bisa menikmati suatu obyek tertentu kalau tidak ada karya wisata di sekolah. Padahal, pengalaman anak sangat penting untuk masa depan mereka.
“Jadi, kesimpulannya, untuk program yang bisa membangkitkan semangat, kreasi dan pengalaman anak sangat didukung dengan catatan pelaksanaannya dilakukan secara professional. Kami menolak larangan karya wisata, karena pembelajan di luar sekolah sangat penting juga,” tukasnya.
Untuk diketahui, hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kudus belum mengeluarkan aturan terkait larangan karya wisata, sebagaimana yang diatur oleh Dinas Pendidikan dan Kebudyaan Provinsi Jawa Tengah.
Sehingga, SD dan SMP yang merupakan naungan Disdikpora Kabupaten Kudus masih diperbolehkan untuk melakukan karya wisata. Tidak seperti jenjang SMA dan SMK yang telah dilarang oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah.***